Amanah Berat di Pundak Pemimpin
KWPSI.ORG -- Sebagai warga negara yang baik, umat Islam di negara ini baru saja memilih dan menentukan para pemimpinnya pada 17 April 2019 baik itu pemimpin negara maupun para wakil rakyat yang akan duduk di parlemen.
Sebagai pemimpin, mereka telah dipilih oleh rakyat untuk memikul amanah memelihara segala urusan rakyatnya. Sifat amanah, jujur, dapat dipercaya, berangkatnya adalah dari rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, tidak takut kepada manusia, dan selalu berjuang untuk kepentingan tegaknya agama dengan prinsip amar makruf nahi munkar.
Meskipun tidak mudah dan sangat berat beban yang harus dipikul oleh seorang pemimpin, ini dipersyaratkan kepada siapa saja yang diberi amanah kepemimpinan, yang tentunya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari akhirat kelak.
Demikian antara lain disampaikan Rais 'Am (Ketua Umum) Rabithah Thaliban Aceh (RTA), Tgk. Marbawi Yusuf saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke Rabu (17/4/2019) malam.
"Jika setiap kita sadar akan segala konsekwensi dan risiko menjadi pemimpin dengan memikul beban amanah yang berat di pundaknya, apalagi kalau amanah itu tidak mampu kita jalankan, tentunya kita akan menghindar dan tidak akan mudah menerima diberikan kepemimpinan, karena harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak," ujar Tgk Marbawi.
Sekretaris Umum Dayah Mahyal Ulum Al-Aziziyah Sibreh ini menyebutkan, jika hanya melihat pada kesenangan, kenyamanan dan kemegahan hidup dunia saja, dengan berbagai fasilitas yang didapatkan, tentunya menjadi seorang pemimpin di berbagai jenjang dan tingkatan itu sangat disukai dan diperebutkan oleh banyak orang.
"Sayangnya, banyak diantara mereka yang tergelincir menjadi pemimpin karena tujuannya hanya untuk mencari kesenangan dunia semata dengan mengutamakan kepentingan, hingga melupakan beban amanah yang harus dijalankan untuk berlaku adil, amar makruf nahi mungkar dan membela tegaknya agama Allah dengan kepemimpinan di tangannya," jelas Tgk. Marbawi.
Disebutkannya, saking beratnya beban amanah yang harus dijaga, pemimpin yang tidak menyuruh taat dan beribadah kepada Allah, lalu membiarkan rakyatnya hidup dalam kemungkaran dan bermaksiat kepada Allah tanpa ada usaha untuk mencegahnya, maka maksiat yang dilakukan oleh rakyat, dosanya pun ikut ditanggung oleh pemimpin yang ada di tempat itu.
"Amanah yang dipundakkan kepada seorang pemimpin itu berat sekali, bukan hanya kemegahan dunia tapi juga membawa kemelaratan di akhirat. Karena kondisi tersebut, di hari akhirat nanti saat dimintai pertanggungjawaban di pengadilan Allah, banyak orang yang menyesal dengan kepemimpinannya. Pemimpin yang mendiamkan kemaksiatan, maka dosanya akan ditimpakan kepada pemimpin tersebut, karena pemimpin punya pasukan untuk mencegah berbagai kemunkaran," terangnya.
Karena beratnya memikul amanah seorang pemimpin, Allah SWT juga mengingatkan manusia akan hal ini dalam Alquran Surat Al Ahzab ayat 72 yang artinya, "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir tidak akan mampu melaksanakannya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu sangat zhalim dan bodoh".
Setiap pemimpin itu juga bisa membawanya menjadi ahli syurga atau ahli neraka, itu sangat tergantung seperti apa kepemimpinannya, apakah untuk mencari keridhaan Allah atau sebaliknya justru mendapat laknat dari Allah.
Dalam sejarah Islam, jelas Tgk. Marbawi, banyak tokoh yang menangis ketika ia diberi jabatan sebagai pemimpin. Karena, ia sadar dalam jabatan itu terkandung beban yang harus dipertanggung-jawabkan nanti di hadapan Allah.
Saat Umar bin Abdul Aziz diberitahu tentang kesepakatan kaum muslimin mengangkatnya sebagai pemimpin, ia malah menangis. Ia menyadari, amanah itu sangat berat di akhirat kelak.
"Tokoh-tokoh Islam itu sangat paham, mengayomi rakyat kecil dan berbuat adil untuk semua pihak dan golongan adalah urusan yang maha berat. Risikonya hanya dua, ia terjaga dan selamat hingga ke surga atau justru terpelanting jatuh ke neraka," jelasnya.
Pemandangan terbalik jika menengok fenomena sekarang. Setiap orang saling berlomba ingin menjadi pemimpin. Karena definisi pemimpin zaman ini adalah manusia yang dikelilingi kenikmatan dunia. Ia bisa hidup enak, dapat melakukan apa saja sekehendaknya, dan terkadang ia tak peduli bahkan bersikap zalim pada rakyatnya.
Pada pengajian KWPSI tersebut, Tgk. Marbawi Yusuf juga menyampaikan keberadaan pemimpin amanah dan benar-benar membela kepentingan rakyatnya adalah sebuah keberkahan yang hanya diberikan bagi umat yang taat kepada Allah SWT.
Sebagai contoh, sangat tidak mungkin rakyat pelaku maksiat dipimpin oleh seorang ulama. Pun sebaliknya, tak mungkin seorang penjahat yang zalim memimpin rakyat yang taat kepada Allah.
Tak jarang, seorang pemimpin menjadi cerminan siapa yang dipimpinnya. Karena baik buruknya seorang pemimpin itu sangat tergantung pada rakyatnya.
"Kuncinya ada pada rakyat. Jika rakyatnya baik dan taat, maka akan diberikan pemimpin yang adil. Tapi jika rakyatnya ingkar dan bermaksiat kepada Allah, maka yang akan datang adalah pemimpin yang zalim," pungkasnya.
Tidak ada komentar: