Tanpa Akhlak, Ibadah Tidak Bernilai Amal Saleh
KWPSI.ORG - Ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan tujuan utama keberadaan manusia di atas muka bumi, dan akhlak menjadi tujuan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam diutus. Keduanya implementasi syariat Islam yang dilandasi oleh aqidah atau keimanan sebagai bentuk tauhid dengan pengakuan Allah sebagai Tuhan satu-satunya yang layak disembah.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah sehingga tergambar akhlak yang terpuji pada dirinya.
Atas dasar ini, seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah atau keimanan, orang itu termasuk dalam kategori kafir. Seseorang yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebut fasik. Sedangkan orang mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang tidak lurus disebut munafik.
Pimpinan Dayah Daruzzahidin Lamceu, Kuta Baro, Aceh Besar, Tgk. H Abd. Razak, Lc MA mengungkapkan akhlak merupakan bagian terpenting dari implementasi syariat Islam yang diterapkan di Aceh saat ini. Ibadah yang benar akan membentuk akhlak yang baik, sementara syariat adalah garis start sebagai permulaan yang diawali dengan aqidah.
"Setelah syariat dijalankan maka akhlak juga harus diterapkan. Syariat tidak hanya cukup pengamalan amaliah hukum fiqh dan ibadah mahdhah saja, tapi etika akhlak tidak baik. Orang rajin shalat dan ibadah lainnya tapi etika dan adab sopan santunnya tidak bagus, ini tidak islami," ujar Tgk Abd. Razak saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (9/1/2019) malam.
Ketua Komisi Pendidikan MPU Aceh Besar ini menjelaskan, dalam konsep struktur ajaran Islam, akhlak menempati urutan kedua setelah ajaran inti, yakni tauhid. Karenanya, syariah dalam Islam harus dijiwai tauhid sekaligus akhlak.
Tgk Abd. Razak menyebutkan, kebanyakan orang keliru jika memahami syariat Islam pada fiqh amaliah. Jangan sekali-sekali menyepelekan akhlak dengan sesama manusia walau kita sudah kuat ibadah. Setiap ibadah yang kita lakukan hanya akan bernilai amal saleh jika diikuti dengan akhlak yang baik dengan sesama muslim, makhluk Allah lainnya.
Alumni Dayah Budi Lamno dan Universitas Al-Azhar Kairo ini menegaskan, persoalan akhlak tidak dapat dilepaskan dari term ibadah. Karenanya, ibadah yang agung ini jangan sampai terlewat dari kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang rajin shalat, berpuasa, membaca Al-Quran, haji dan umrah, tapi kita kurang berakhlak kepada sesama. Perilaku seperti itu kelak akan membuat kita bangkrut di akhirat, yaitu orang yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga datang dengan dosa telah mencela ini, menuduh itu, memakan harta ini, menumpahkan darah itu dan memukul ini.
Maka kebaikan-kebaikannya diambil dan diberikan kepada orang ini dan itu. Sampai kebaikan-kebaikannya habis dan dosa-dosanya belum terbayar, diambillah kesalahan-kesalahan mereka dan dilemparkan kepadanya, kemudian ia pun dilemparkan ke neraka.
"Dengan demikian, berakhlak baik terhadap sesama makhluk adalah ibadah yang sangat agung yang tidak boleh kita lupakan. Alih-alih keberuntungan, ibadah-ibadah ritual yang kita kerjakan di dunia ini dapat habis tidak tersisa dan berujung neraka manakala akhlak kita tidak tegak menopang kehidupan dan pergaulan kita dengan sesama. Jika ibadah adalah tujuan dari kehidupan kita, maka akhlak adalah pilar penopang tegaknya ibadah-ibadah kita," ungkap Tgk. Abd Razak yang juga kandidat doktor UIN Ar-Raniry ini.
Berakhlak baik kepada sesama dilakukan dengan beberapa tingkatan. Pertama: tidak menyakiti dan menzalimi sesama, baik dalam urusan darah, tubuh, harta dan kehormatan mereka. Kedua, membalas kebaikan dengan kebaikan. Ketiga, membalas keburukan dengan kebaikan, dan ini akhlak yang tertinggi.
"Akhlak kepada sesama juga menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menyantuni yang fakir, menjaga lisan dalam perkataan agar tidak membuat orang lain di sekitar kita merasa tersinggung. Berkata jujur kepada sesama tanpa melebih-lebihkan atau menguranginya sehingga tidak timbul fitnah, ghibah, namimah, hasud dan lain sebagainya. Serta saling tolong menolong satu sama lain dalam melakukan sesuatu," katanya.
Akhlak terpenting juga kepada orangtua dengan berbakti, menghormati, menyayangi dan mendoakan keduanya, tidak berkata kasar, tidak menyakiti hati dan fisik mereka, apabila mereka sudah sepuh, keduanya disantuni dan diberi nafkah. Kemudian akhlak kepada guru dengan hormat dan memuliakannya, serta akhlak kepada lingkungan dan alam ciptaan Allah.
Seorang muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah sehingga tergambar akhlak yang terpuji pada dirinya.
Atas dasar ini, seseorang yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah atau keimanan, orang itu termasuk dalam kategori kafir. Seseorang yang mengaku beraqidah atau beriman, tetapi tidak mau melaksanakan syariah, maka orang itu disebut fasik. Sedangkan orang mengaku beriman dan melaksanakan syariah tetapi dengan landasan aqidah yang tidak lurus disebut munafik.
Pimpinan Dayah Daruzzahidin Lamceu, Kuta Baro, Aceh Besar, Tgk. H Abd. Razak, Lc MA mengungkapkan akhlak merupakan bagian terpenting dari implementasi syariat Islam yang diterapkan di Aceh saat ini. Ibadah yang benar akan membentuk akhlak yang baik, sementara syariat adalah garis start sebagai permulaan yang diawali dengan aqidah.
"Setelah syariat dijalankan maka akhlak juga harus diterapkan. Syariat tidak hanya cukup pengamalan amaliah hukum fiqh dan ibadah mahdhah saja, tapi etika akhlak tidak baik. Orang rajin shalat dan ibadah lainnya tapi etika dan adab sopan santunnya tidak bagus, ini tidak islami," ujar Tgk Abd. Razak saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (9/1/2019) malam.
Ketua Komisi Pendidikan MPU Aceh Besar ini menjelaskan, dalam konsep struktur ajaran Islam, akhlak menempati urutan kedua setelah ajaran inti, yakni tauhid. Karenanya, syariah dalam Islam harus dijiwai tauhid sekaligus akhlak.
Tgk Abd. Razak menyebutkan, kebanyakan orang keliru jika memahami syariat Islam pada fiqh amaliah. Jangan sekali-sekali menyepelekan akhlak dengan sesama manusia walau kita sudah kuat ibadah. Setiap ibadah yang kita lakukan hanya akan bernilai amal saleh jika diikuti dengan akhlak yang baik dengan sesama muslim, makhluk Allah lainnya.
Alumni Dayah Budi Lamno dan Universitas Al-Azhar Kairo ini menegaskan, persoalan akhlak tidak dapat dilepaskan dari term ibadah. Karenanya, ibadah yang agung ini jangan sampai terlewat dari kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang rajin shalat, berpuasa, membaca Al-Quran, haji dan umrah, tapi kita kurang berakhlak kepada sesama. Perilaku seperti itu kelak akan membuat kita bangkrut di akhirat, yaitu orang yang datang pada hari kiamat dengan pahala shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga datang dengan dosa telah mencela ini, menuduh itu, memakan harta ini, menumpahkan darah itu dan memukul ini.
Maka kebaikan-kebaikannya diambil dan diberikan kepada orang ini dan itu. Sampai kebaikan-kebaikannya habis dan dosa-dosanya belum terbayar, diambillah kesalahan-kesalahan mereka dan dilemparkan kepadanya, kemudian ia pun dilemparkan ke neraka.
"Dengan demikian, berakhlak baik terhadap sesama makhluk adalah ibadah yang sangat agung yang tidak boleh kita lupakan. Alih-alih keberuntungan, ibadah-ibadah ritual yang kita kerjakan di dunia ini dapat habis tidak tersisa dan berujung neraka manakala akhlak kita tidak tegak menopang kehidupan dan pergaulan kita dengan sesama. Jika ibadah adalah tujuan dari kehidupan kita, maka akhlak adalah pilar penopang tegaknya ibadah-ibadah kita," ungkap Tgk. Abd Razak yang juga kandidat doktor UIN Ar-Raniry ini.
Berakhlak baik kepada sesama dilakukan dengan beberapa tingkatan. Pertama: tidak menyakiti dan menzalimi sesama, baik dalam urusan darah, tubuh, harta dan kehormatan mereka. Kedua, membalas kebaikan dengan kebaikan. Ketiga, membalas keburukan dengan kebaikan, dan ini akhlak yang tertinggi.
"Akhlak kepada sesama juga menghormati orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menyantuni yang fakir, menjaga lisan dalam perkataan agar tidak membuat orang lain di sekitar kita merasa tersinggung. Berkata jujur kepada sesama tanpa melebih-lebihkan atau menguranginya sehingga tidak timbul fitnah, ghibah, namimah, hasud dan lain sebagainya. Serta saling tolong menolong satu sama lain dalam melakukan sesuatu," katanya.
Akhlak terpenting juga kepada orangtua dengan berbakti, menghormati, menyayangi dan mendoakan keduanya, tidak berkata kasar, tidak menyakiti hati dan fisik mereka, apabila mereka sudah sepuh, keduanya disantuni dan diberi nafkah. Kemudian akhlak kepada guru dengan hormat dan memuliakannya, serta akhlak kepada lingkungan dan alam ciptaan Allah.
Tidak ada komentar: