Toleransi dalam Islam Bukan Membenarkan Semua Agama
Pemateri (kiri - kanan) : Dr Syamsul Rijal, Tgk Faisal Ali, Ibnu Sa'dan, M.Pd |
Banda Aceh, KWPSI - Pemahaman konsep toleransi beragama dalam Islam bukanlah membenarkan dan mengakui semua agama dan keyakinan yang ada saat ini, karena ini merupakan persoalan aqidah dan keimanan yang harus dijaga dengan baik oleh setiap pribadi muslim.
Kesalahan dalam memahami arti toleransi dapat berakibat fatal karena terjadinya "Talbisul haqqa bil bathil", atau bercampur aduk antara yang hak dan bathil, karena sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.
Demikian antara lain terungkap dalam pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) edisi khusus di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (14/1) malam.
Pengajian yang mengangkat tema aktual, "Toleransi Beragama dalam Islam" tersebut diisi tiga pemateri sekaligus yaitu, Kakanwil Kemenag Aceh, Drs H. Ibnu Sa'dan M.Pd, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. H. Faisal Ali dan Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Dr. H. Syamsul Rijal M.Ag. Bertindak sebagai moderator, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, Hasan Basri M.Nur M.Ag.
Turut hadir, Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah Aceh, Dr. Bustami Usman, Kepala Biro Humas Setda Aceh, Dr. Mahyuzar, Direktur Syariah PT. Bank Aceh, Haizir Sulaiman, para akademisi, santri, mahasiswa dan kalangan wartawan anggota KWPSI.
Menurut Kakanwil Kemenag Aceh, Ibnu Sa'dan, toleransi (tasammuh) beragama adalah saling menghargai, dengan sabar menghormati keyakinan agama dan kepercayaan seseorang.
“Toleransi bukan mengakui semua agama sama, apalagi membenarkan tata cara ibadah umat beragama lain. Toleransi adalah mengakui adanya keberagaman keyakinan dan kepercayaan di masyarakat, tanpa saling mencampuri urusan keimanan, kegiatan, tata cara dan ritual peribadatan agama masing-masing,” ujar Ibnu Sa'dan.
Dikatakannya, toleransi jangan salah diartikan sebagai bentuk pengakuan kita dalam soal aqidah dan ibadah terhadap orang lain.
"Tidak ada toleransi dalam hal aqidah dan ibadah. Karena sesungguhnya bagi orang Islam agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam. Toleransi hanyalah dalam urusan muamalah dan kehidupan sosial," terangnya.
Terkait dengan pemberlakuan syariat Islam dan toleransi beragama di Aceh, Ibnu Sa'dan menjelaskan, keberadaan agama lain di luar agama Islam tetap diakui di daerah ini, dan pemeluknya dapat menjalankan ajaran agamanya masing-masing tanpa ada gangguan sedikitpun, sesuai dengan pasal 2 ayat (2) Perda Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam.
"Sikap toleransi beragama di Aceh yang menjalankan syariat Islam berjalan dengan baik. Bahkan ada umat non muslim yang tinggal di Aceh yang menyatakan, lebih enak tinggal di Aceh dari pada di daerah lain karena masyarakatnya sangat toleran. Jadi tidak ada permasalahan sebenarnya dengan toleransi beragama di Aceh, hanya pihak-pihak luar saja yang berupaya melakukan provokasi di media-media asing," ungkap Ibnu Sa'dan.
Sementara Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk. Faisal Ali menyatakan, selain melarang toleransi beragama dalam hal aqidah dan ibadah, Islam juga melarang toleransi dan pengakuan dan mengikuti simbol-simbol agama lain.
Terkait dengan sikap seorang dosen sebuah perguruan tinggi di Banda Aceh yang membawa mahasiswanya belajar tentang studi gender di gereja baru-baru ini, Faisal Ali menyatakan, berpotensi pada pendangkalan aqidah dan kurang menghargai kearifan lokal (local wisdom) yang berlaku di Aceh yang masyarakatnya sensitif dalam hal agama.
"Kita memang perlu bertanya lagi dan tabayyun kepada sang dosen tersebut. Karena, sikapnya itu berpotensi pada penyimpangan aqidah jika mahasiswa yang dibawa itu tidak kuat ilmu agama dan aqidahnya dengan belajar ke gereja," ungkap Faisal Ali yang juga Pimpinan Dayah Mahyal Ulum Al- Aziziyah, Sibreh, Aceh Besar.
Pria yang akrab disapa Abu Sibreh ini menyatakan, orang yang kuat imannya dan paham benar tentang aqidah tentu tidak akan bermain-main dengan hal-hal yang berpotensi menyimpang aqidah, takut akan berdampak tidak baik.
"Sama saja dengan orang yang takut dengan harimau, tentu dia tidak akan bermain-main dengan harimau karena dia tahu akibatnya. Sementara anak-anak yang tidak tahu itu harimau, malah tenang-tenang saja karena dia tidak tahu apa akibatnya," ungkap Tgk. Faisal.
Sedangkan Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Dr. Syamsul Rijal menyatakan toleransi dalam menghormati tanpa mengakui keimanan non-muslim. Iman tidak perlu digerus untuk menjadi toleran. Iman Nabi Muhammad SAW dan sahabat sempurna, tapi juga mereka bisa toleran.
"Jadi, toleransi Islam antar umat beragama itu hanya menyentuh ranah sosial. Sehingga, toleransi yang melampaui wilayah sosial ini tidak tepat apalagi jika sudah mengarah pada simbol-simbol agama lain," katanya.
Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah disebut toleransi, tapi pluralisme agama yang mengarah pada sinkretisme Sedangkan pluralisme tidak ada dalam kamus Islam, jelasnya.
Tidak ada komentar: