Cegah Pendangkalan Aqidah, Aceh Butuh Qanun KUB
Banda Aceh, Analisa - Maraknya upaya pendangkalan aqidah umat Islam dan penyebaran agama kepada orang yang sudah beragama di Aceh akhir-akhirnya melalui berbagai macam modus telah menimbulkan keresahan dan keprihatinan dari berbagai kalangan.
Berkembangnya aliran sesat, upaya pendangkalan akidah dan penodaan agama tanpa kendali itu salah satunya disebabkan karena lemahnya aturan hukum di provinsi ini untuk menindak para pelakunya. Karenanya, Aceh saat ini membutuhkan sebuah payung hukum sebagai regulasi dalam qanun (Perda) Kerukunan Umat Beragama (KUB), Penyiaran Agama dan Pendirian Rumah Ibadah.
Demikian antara lain terungkap dalam dialog Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Melindungi Aceh dari Pendangkalan Aqidah” yang digelar Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) bekerja sama dengan Badan Kesbangpol dan Linmas Aceh, di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke Banda Aceh, Rabu (10/12).
Diskusi isu-isu aktual keagamaan itu mengadirkan pembicara, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA, Kasubbag Hukum dan Kerukunan Umat Beragama Kanwil Kemenag Aceh, Juniazi, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Drs Abdurrahman Ahmad (Gerindra) dan Bardan Sahidi (PKS) dan Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM) Aceh, Safaruddin, SH serta sejumlah wartawan anggota KWPSI.
Juniazi yang juga Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) mengatakan, Aceh butuh qanun yang mengatur KUB, penyiaran agama, dan pendirian rumah ibadah agar permasalahan "lalu lintas" kehidupan umat beragama di daerah ini bisa berjalan dengan baik, dan tetap harmonis.
“Artinya, hingga saat ini Aceh belum memiliki aturan hukum berupa qanun (perda) yang mengatur tentang kerukunan umat beragama (KUB), sehingga tidak ada sanksi hukum bagi pelaku pendangkalan aqidah di Aceh," katanya.
Menurutnya, diperlukan dukungan seluruh elemen terutama legislatif untuk melahirkan qanun tentang KUB tersebut. “Kita mesti mendorong Pemerintah Aceh dan legislatif (DPRA) agar qanun KUB tersebut bisa dilahirkan pada 2015.
Ini penting dipikirkan, sebagai upaya mencegah setiap potensi konflik antar umat beragama di Aceh," katanya. Anggota DPRA, Abdurrahman Ahmad menyebutkan, realitas banyaknya kasus pendangkalan akidah atau permurtadan oleh pihak-pihak tertentu dengan modus penyebaran buku-buku, VCD, brosur dan lainnya, ini suatu persoalan yang harus ditanggapi secara serius.
“Persoalan ini sebenarnya juga sudah diatur dalam Undang-undang, bahwa tidak boleh menyiarkan agama kepada orang yang sudah beragama. Baik itu dilakukan di muka umum maupun secara sembunyi-sembunyi,” katanya.
Ia menerangkan, dalam beberapa kasus yang ada kenapa persoalan akidah atau permurtadan ini tidak bisa diproses secara hukum, itu disebabkan karena peraturan perundang-undangan yang ada tidak cukup untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku pemurtadan tersebut. “Ini sisi lemah hukum di Aceh. “ ungkapnya.
Karenanya, pihaknya akan mendukung adanya aturan yang tegas yang dapat memberikan sanksi dan efek jera kepada siapapun yang melakukan kegiatan permurtadan (pendangkalan akidah), termasuk juga penodaan agama, aliran sesat, dan kepada mereka yang dengan sengaja mengganggu kehidupan umat beragama di Aceh.
“Kami di DPRA siap mendukung lahirnya Qanun KUB ini untuk dibahas pada tahun 2015 dan dimasukkan dalam Program Legislasi Daerah. Ini sangat mendesak untuk menghentikan upaya pendangkalan aqidah yang terus berlangsung tanpa ada sanksi hukum selama ini,” terangnya.
Sementara itu, Prof Dr Tgk Muslim Ibrahim menjelaskan, masalah pendangkalan akidah, aliran sesat dan penodaan agama di Aceh telah lama terjadi, dan frekuensinya bertambah pascatsunami.
“Sebelum tsunami 26 Desember 2004, di Aceh sudah ada beberapa aliran yang dapat mendangkalkan akidah umat Islam. Dan tercatat saat itu ada 11 aliran yang difatwakan MPU agar aliran tersebut dibenahi," katanya.
Namun, Muslim menjelaskan terkadang masalah akidah seseorang itu dengan sendirinya bisa dangkal jika tidak dibentengi dengan ilmu dan pemahaman tentang keislaman yang mendalam.
Selama ini, lanjutnya, berbagai komponen masyarakat Aceh sama-sama melawan pendangkalan aqidah di Aceh, namun belum terkordinasi dengan baik, sehingga gerakan pendangkalan aqidah itu masih terus berlangsung di kawasan terpencil di Aceh. “Kita harus bersatu untuk melawan pendangkalan aqidah yang banyak ditemukan di beberapa daerah marginal Aceh,” ujar Muslim. (mhd)
Tidak ada komentar: